Mengenai

Foto saya
Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
I live in Semarang, Indonesia. Batik lover.

10 Maret 2011

Bayar nDhuwur

Ini adalah suatu bentuk 'pengakuan dosa'. Selama beberapa tahun aku menjadi anggota PJKA (Pulang Jum'at Kembali Ahad). Jakarta-Semarang. Jum'at dari Jakarta, kemudian kembali ke Jakarta lagi hari Ahad malam. Umumnya menggunakan kereta api. Argo, Senja Utama, Gumarang, Sembrani, Anggrek, atau Bangunkarta.

Setiap kali teman atau bosku bertanya,"Kamu ngga capek?"

Jawabku selalu,"Aku melakukannya dengan gembira. Capek akan hilang dengan gembiraku ini."

Mereka cuma geleng-geleng kepala.

Pagi-pagi di hari Senin, sesampai di stasiun, biasanya aku lanjutkan tidur sejenak untuk kemudian mandi dan shalat Subuh di stasiun, karena rumahku jauh di Parung, sehingga tidak memungkinkan untuk pulang ke rumah terlebih dahulu. Setelah segar dan siap menuju kantor, maka biasanya aku ngojek ke kantor. Menikmati udara Jakarta di pagi hari.

Setiap kuhirup udara Jakarta, maka kuhirup semangat untuk bekerja, bersaing dan berbuat terbaik dalam hidupku. Penuh gairah... (sungguh sangat berbeda manakala kuhirup udara Semarang yang buatku sangat melenakan).

Wira-wiri Jakarta-Semarang, tentunya membutuhkan ongkos yang tidak sedikit. Jika rejeki sedang lebih, seringkali aku menggunakan kereta eksekutif. Apalagi waktu aku punya pacar, yang notabene, sangat protektif dan selalu melarang aku naik kereta bisnis.

Padahal, aku lebih suka naik kereta bisnis. Begitu banyak cerita kehidupan tergelar di sana....

Sempat beberapa saat, sebelum PS marak, aku melakukan "kejahatan nurani" (...PS adalah sebutan untuk pemeriksaan-tiket-serentak yang dilakukan oleh petugas KA, umumnya dari kantor pusat atau daerah operasional-daop).

Mbayar ndhuwur, istilahnya... alias tidak membeli tiket tapi tetap bisa sampai tujuan, hanya saja membayarnya separuh harga tiket... Dengan demikian setiap minggu aku berhemat cukup banyak untuk ongkos transportasiku. Karena selain angkot aku masih butuh ongkos ojek dan kadang-kadang taksi yang tidak sedikit jumlahnya.

Pada suatu Jum'at malam, aku naik kereta Argo dari statsiun Gambir. Biasa...setiap Jum'at kereta penuh dengan komuter seperti aku. Karena penuh, aku masuk ke gerbong restorasi. Berhubung sudah mengenal para petugas di sana, maka dengan leluasa aku naik dan berbincang dengan mereka. Uang di kantongku hanya cukup untuk membayar setengah harga tiket dan ongkos mikrolet dari stasiun Tawang ke rumah. Kebiasaan tidak membawa uang terlalu banyak... Begitu pemeriksaan tiket... ternyata ada PS...waduh, bagaimana ini..? Kalo tidak mau bayar 2 kali harga tiket, maka harus turun di stasiun berikut. Atau KTP disita, dan bisa diambil di stasiun Tawang (Semarang) setelah membayar dua kali harga tiket... Tawar menawar dilakukan, tapi tetap saja petugas tidak bergeming.

Seorang laki-laki yang sama-sama duduk di kereta makan memperhatikan kami. Akhirnya dia mengeluarkan dompetnya, dan mengulurkan sejumlah kekurangan pembayaran tiketku... Wah...aku malu tapi juga berterimakasih, nanti malam aku bisa bertemu dengan anak-anakku tanpa harus terlantar terlebih dahulu di stasiun yang tidak pernah aku injak. Sampai sekarang aku tidak ingat nama Bapak itu, karena aku lupa tidak menanyakannya... makasih Pak...

Pengalaman ini tidak menghentikan aksiku. Sampai pada suatu pagi, hari Senin dini hari... Aku berangkat dengan pedenya ke stasiun Tawang (sengaja masuk kantor setengah hari). Begitu terlihat kereta Argo sudah bersandar di peron satu, aku naik begitu saja. Ternyata ada pemeriksaan yang dilakukan oleh... Ka Daop IV Semarang...!!!! Akhirnya aku pun menurut saja ketika harus turun di stasiun kecil di Cepiring, Kendal. Maluu....banget... Rupanya aku harus dijewer dengan cara yang sedemikian 'kejam'nya, agar tidak lagi merugikan perusahaan itu.

Sejak saat itu, aku selalu tertib, membayar dengan harga penuh. Meski kereta penuh dan hanya mendapatkan jatah berdiri (tanpa tempat duduk, jadi ngglesot di lantai kereta), aku tetap membayarnya.

Maafkan aku....

Semarang 30 Agustus 2010

Tidak ada komentar: