Mengenai

Foto saya
Semarang, Jawa Tengah, Indonesia
I live in Semarang, Indonesia. Batik lover.

11 Februari 2008

Gamelan (Impian) Ayahku

GAMELAN (IMPIAN) AYAHKU

Seperti biasa, Ibuku selalu menghabiskan Minggu sore dengan majalah Penjebar Semangat sambil memegang bolpoin. Majalah ini sudah menjadi langganan keluarga kami sejak aku masih sangat kecil (bahkan untuk mengingatnya pun, aku sudah tidak bisa ..!). Panjebar Semangat adalah majalah berbahasa Jawa ( sampai sekarang pertanyaanku masih sama: mengapa Panjebar Semangat bukan Penyebar Semangat).
Hari ini adalah hari terakhirku berada di Semarang, kota tempat tinggal Ibu. Aku, istri dan anakku berlibur sekalian merasakan masakan buatan ibu. Dan ibu tetap melakukan kegiatan runtinnya: mengisi Teka-teki Silang (berbahasa Jawa!!), sampai selesai.
“Le... kamu ingat keinginan Bapak yang belum terlaksana?” tanya Ibu tiba-tiba. Kopi hitam buatan Ibu (Ibu selalu menyiapkannya dan dengan senang hati, istriku membiarkannya – seakan memberi kesempatan pada Ibu untuk memanjakanku) hampir saja lolos dari mulutku.
“Apa yang keinginan Bapak yang belum kita laksanakan, sebelum Bapak wafat?” ulang Ibu sambil mengusap rambutnya yang sudah sangat menipis di kepalanya.
“Ibu sudah merenovasi ruangan di loteng,” kataku sambil mengingat-ingat.
“Kamar mandi belakang udah beres, gudangnya sudah rapi. Apa lagi, ya?" sahut Ibu sambil terus memutar-mutar bolpoin di tangannya.
Tiba-tiba, anakku yang berdiri di belakang Ibu bertanya,”Eyang, aku pingin liat majalahnya, ya…?”
Tidak berapa lama, majalah itu sudah berpindah tangan. Dengan asyik, diperhatikannya gambar-gambar yang ada di majalah itu. Dia bahkan tidak bisa membaca karena meskipun ditulis dengan huruf latin, bahasanya adalah Bahasa Jawa.
“Eyang, ini gambar apa?”
“Gamelan, nak. Itu alat musik dari Jawa,” jawab Ibu sambil mengusap-usap kepala anakku itu.


Tiba-tiba Ibu berseru, “Gamelan… iya gamelan!! Bapak dulu pernah bilang, pingin banget punya gamelan.”
“Buat apa, Bu? Kan ngga bisa dimainkan sendiri?”, aku bertanya keheranan. Keinginan yang aneh, menurutku.
“Ya justru itu yang disukai Bapak. Orang-orang akan datang ke rumah kita. Bermain musik bersama-sama. Lagipula kakak-kakakmu semuanya dulu pernah ikut ekskul karawitan di sekolah. Cuman kamu yang ngga ikut. Jadi kamu ngga tau bagaimana rasanya irama musik yang harmoni dari gamelan.”
“Rumah ini akan dipenuhi suara-suara indah,” kata Ibu sambil menerawangkan pandangannya.
Bagiku, tetap saja keinginan itu terasa aneh. Karena yang aku kenal adalah musik pop, melayu, rock, reggae, tetapi bukan gamelan. Untuk memasang satu set gamelan membutuhkan ruang yang tidak sedikit. Paling tidak, 4 x 6 meter persegi alias 24 meter persegi. Bahkan lebih luas dari rumahku yang hanya bertipe 21 meter persegi!!
Ibu tetap mengusap kepala bocahku, seakan-akan berterimakasih, sebab lantaran anakku Ibu jadi teringat keinginan Bapak.
Malamnya, aku termenung-menung memikirkan gamelan. Aku jadi ingat, dulu Bapak pernah memperjuangkan agar Bahasa Jawa tidak mati, demikian juga bahasa daerah – bahasa daerah lainnya. Beliau sangat bergiat di kegiatan yang berkaitan dengan budaya, apa pun bentuknya.
Tapi memiliki seperangkat gamelan dan dipasang di rumah Ibu, sungguh belum ada dalam benakku. Carport di rumah Ibu selalu penuh dengan mobil jika anak – anaknya pulang kampung. Malahan sebagian terpaksa parkir di luar, biasanya mobil kakakku yang udah butut.
Karena gelisah, akhirnya kunyalakan komputer dan browsing di internet. Tujuanku hanya satu: mencari informasi mengenai gamelan. Ternyata sudah ada konser bersama piano, violin dan cello dengan iringan gamelan! Ada Gamelan Groups di Amerika! Juga ada American Gamelan Institute!
Masih sambil geleng-geleng kepala, kubaca lagi daftar kelompok gamelan yang ada di Amerika Serikat. Kelompok gamelan itu ada di 33 ( tigapuluh tiga) negara bagian di Amerika Serikat!! Wow… sungguh luar biasa.
Di Arizona, California, Colorado, Connecticut, Delaware, Washington D.C., Florida, Georgia, Hawaii, Illinois, Iowa, Maine, Maryland, Massachusetts, Michigan, Minnesota, Missouri, Nebraska, North Carolina, New Hampshire, New Mexico, New York, Ohio, Oregon, Pennsylvania, Rhode Island, Texas, Virginia, Vermont, Washington, West Virginia, Wisconsin dan Wyoming.
Aku serasa tersedak. Tentunya mereka bukan orang Jawa, bukan orang Indonesia (kelompok gamelan itu tidak hanya gamelan Jawa tapi ada juga gamelan Sunda dan Bali). Dan ini baru di Amerika saja. Belum di benua Eropa.
Sementara di tanah air ini, mungkin terlalu luas aku memberi gambaran. Di Jakarta, yang aku tahu, gamelan ada di Taman Mini Indonesia Indah dan di hotel-hotel yang masih berbau Jawa, terus… di mana lagi aku bisa menemukannya?
Apakah di kantor – kantor pemerintah di Jakarta ada seperangkat gamelan? Apakah di universitas – universitas negeri ada gamelan ? (kelompok gamelan di Amerika Serikat umumnya ada di universitas-universitas). Jangankan di Jakarta , di Jawa Tengah dan Jawa Timur pun kemungkinan tidak setiap kecamatan mempunyai satu perangkat gamelan.
Pelan—pelan kuusap mataku, basah. Aku teringat, sewaktu Bapak mendapat tugas ke Amerika Serikat – Houston, tepatnya - Bapak minta dikirimi buku – buku mengenai notasi-notasi gamelan dan tembang-tembang Jawa. Katanya untuk mengajar bule - bule. Ternyata, para bule itu lebih bersemangat melestarikan budaya milik kita dibandingkan dengan kita.
Keesokan harinya, setelah sarapan (lagi-lagi Ibu yang menyiapkan sarapan: tempe penyet dan pecel Madiun), aku sampaikan ke Ibu,”Bu, sebaiknya kita beli gamelan, ya. Ibu tau tempatnya? Berapa kira-kira harganya, ya Bu ?”
“Kalau tidak salah, ada di sekitar Trenggalek dan Ponorogo. Harganya bermacam-macam, yang terbuat dari besi lebih dari 50 juta. Yang terbuat dari perunggu sekitar 250 jutaan. Itu hanya satu pangkon, slendro atau pelog saja,” jawab Ibu.
Aku ternganga mendengar jawaban Ibu. Lalu kapan aku bisa memenuhi keinginan terakhir Bapak jika saat ini aku masih berkutat pada membayar sekolah anakku, membeli mobil, memperbaiki rumah, membelikan busana yang pantas untuk istriku …?
“Sudahlah, kita berdo’a saja. Siapa tau nanti ada pendonor dari Amerika atau ada bekas murid Bapak di Amerika yang terketuk hatinya kemudian mau membelikan gamelan untuk Bapak. Kamu pikirkan keluargamu saja. Yang penting, sekarang kamu sudah tau mengapa Bapak sangat ingin punya gamelan,” kata Ibu sambil tersenyum bijak.
Baru sekarang aku menyadari, betapa besar cinta orangtuaku pada negeri ini. Dan aku bisa mengukur seberapa besar cintaku pada negeriku.

22 Januari 2008.
Rini

Tidak ada komentar: